Urban Sufisme dan Penjelasan Lengkap

Urban Sufisme

Urban Sufisme Muslim Perkotaan – Hello sobat, kali ini kita kembali lagi dengan berita terbaru terkait dengan hal-hal menarik setiap harinya. Kali ini akan ada informasi mengenai Urban Sufisme.

Urban Sufisme

Urban sufisme merupakan sebuah fenomena sosial yang ditandai dengan meningkatnya gairah masyarakat urban terhadap praktik-praktik sufisme, seperti dzikir secara berjamaah, istighatsah, diskusi ilmiah mengenai sufisme, dan sebagainya.

Urban sufism sendiri mencakup berbagai fenomena pergerakan spiritual masyarakat perkotaan.

Kategori urban sufism tidak hanya berfokus pada fenomena tasawuf konvensional seperti yang ditampakkan komunitas Tarekat Qadiriyyah-Naqsabandiyyah, Tarekat Alawiyyah, Tarekat Syadziliyyah, dan berbagai komunitas tarekat lain, namun juga fenomena majelis ilmu serta ritual dzikir–doa yang tidak berbasis tarekat seperti Majelis Dzikir Az-Zikra Ustadz Arifin Ilham, Majelis Doa Ustadz Haryono, Manajemen Qalbu Aa Gym, dan berbagai majelis serupa.

Komunitas lain yang muncul pada masyarakat perkotaan adalah Majelis Ilmu yang disampaikan secara ramai baik melalui pengajian di perkantoran maupun virtual oleh Ustadz Salafy (sebagian menyebut dengan Wahabi) seperti Ustadz Khalid Basalamah, Ustadz Nuzul Dzikri, dan yang lainnya.

Komaruddin Hidayat melihat setidaknya ada empat alasan mengapa urban sufism semakin berkembang di kota-kota besar di Indonesia: pertama, sebagai sarana pencarian makna hidup; kedua, menjadi sarana pergulatan dan pencerahan intelektualitas; ketiga, sebagai sarana terapi psikologis; keempat, sarana mengikuti trend perkembangan wacana keagamaan.

Urban Sufisme Di Indonesia

Fenomena tumbuh suburnya majelis dzikir dan majelis ilmu di kota-kota besar di Indonesia, salah satunya Jakarta dan kota tetangga penyangga Ibukota, merupakan sebuah pertanda dan respons baik masyarakat perkotaan akan Islam.

Munculnya perhatian masyarakat kota akan spiritualitas merupakan bagian dari konsekuensi atas teralienasinya manusia dari kehidupannya sendiri sehingga manusia kota merasakan kehampaan dan kegersangan dalam kehidupannya.

Urban sufism sendiri hadir dalam upaya memberikan kontribusi membantu masyarakat urban untuk memiliki ketenangan batin di tengah kesibukan keseharian kota yang dilingkupi atmosfer materialistik.

Kecemasan psikologi (psychological anxiety), kerinduan akan spiritualitas (longing for spirituality), kesadaran baru (new consciousness), dan adanya kekacauan dunia (worldy chaos) setidaknya menjadi alasan mendasar bagi masyarakat kota untuk semakin memperbaiki hubungannya dengan Tuhan.

Beberapa hal di atas pula yang kemudian mendorong munculnya fenomena urban sufism seperti yang dimaknai oleh Jaman Arraisi tentang spiritual healing dalam tradisi Islam.

Dalam ruang lingkup berbangsa dan bernegara, moderasi menjadi sebuah titik tengah antara pendapat tradisionalis dengan komunitas konvensionalnya dan modernis yang berfokus pada gerakan penyucian hati tanpa perlu masuk dalam proses bai’at sebagaimana dilakukan oleh komunitas tarekat.

Kita harus mengakui bahwa baik kelompok tradisionalis maupun modernis sama-sama memiliki tujuan kebaikan, yakni untuk mengisi relung kehampaan dan kegersangan masyarakat kota akan spiritual. Maka, saling menghormati adalah sebuah kunci.

Hal ini selaras dengan sebuah pemaknaan bahwa moderasi adalah upaya intermediasi antar-kelompok yang berbeda agar terjadi saling memahami dan dapat membangun kepercayaan satu sama lain. Intermediasi ini dilakukan dengan membuka dialog dan bersikap terbuka dengan tetap memiliki prinsip pada kebenaran yang hakiki.

Bagaimana kita memegang teguh sebuah prinsip haruslah ditunjukkan dengan sebuah sikap yang bersahabat dan kemauan untuk berdialog sehingga tidak menimbulkan friksi dan kekakuan dengan pihak lain.

Dengan demikian, moderasi kita artikan sebagai suatu sikap yang dapat selalu kita jadikan acuan dasar untuk menyikapi dan memaknai berbagai situasi yang terjadi. Sebagai penutup, penulis ingin mengutip sebuah ayat akan moderasi dan toleransi pada QS. Al-Baqarah: 256, “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama.

Sungguh ketika ayat ini dimaknai lebih dalam, niscaya masing-masing umat Islam akan menghormati dan bertoleransi akan pilihan orang lain dengan tetap mengedepankan ukhuwah, upaya kolaborasi untuk bersama menyirami kegersangan, mengedepankan persatuan Indonesia, serta kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikianlah informasi menarik kali ini mengenai Urban Sufisme. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *