Penanganan Arsip Pasca Bencana

Penanganan Arsip Pasca Bencana

Penanganan Arsip Pasca Bencana – Secara geografis wilayah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana karena secara geologis terletak pada wilayah yang menjadi titik pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik utama dunia.

Yaitu: Samudera Hindia-Australia (bagian selatan), Samudera Pasifik (bagian timur), dan Eurasia, yang berdampak kepada ancaman bencana alam, baik berupa gempa bumi, erupsi gunung berapi, tsunami, angin siklon, maupun tanah longsor.

Disamping itu, terdapat juga bencana non alam, yaitu: gagal teknologi, kebakaran, dampak industri, kecelakaan transportasi, dan epidemi.

Kemudian, dari aspek penduduk dengan segala keragaman suku, agama, ras, dan golongan, menjadikan Indonesia rawan akan bencana sosial, seperti: konflik sosial, kerusuhan, bentrok antar kelompok masyarakat.

Kondisi tersebut mengharuskan pemerintah mengantisipasi dampak yang disebabkan oleh bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial, baik terhadap keseluruhan aspek kehidupan manusia maupun terhadap arsip yang dihasilkan dari kegiatan penyelenggaraan negara yang merupakan bagian dari konteks penghidupan masyarakat.

Dalam Pasal 6 huruf g Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dinyatakan bahwa pemerintah bertanggungjawab dalam pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Selanjutnya, Pasal 34 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, mengamanatkan kepada negara untuk memberikan pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana alam, bencana sosial, perang, tindakan kriminal serta tindakan kejahatan, baik terhadap arsip milik negara yang keberadaannya di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahkan secara khusus, negara harus memberikan pelindungan dan penyelamatan terhadap arsip yang dikategorikan arsip terjaga untuk digunakan sebagai bahan pertanggungjawaban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai lembaga yang melaksanakan tugas negara di bidang kearsipan, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan kearsipan nasional, terutama dalam pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana.

Dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mengatur tentang kriteria, tanggung jawab, dan strategi pelindungan dan penyelamatan arsip.

Untuk mengoptimalkan upaya pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana, maka diperlukan suatu pedoman bagi pencipta arsip dan lembaga kearsipan dalam melakukan pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana.

Hal ini bertujuan untuk menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga dapat digunakan bagi kepentingan negara, pemerintahan, pelayanan publik, dan kesejahteraan rakyat.

Penanganan Arsip Pasca Bencana Yang Terdapat

Pelaksanaan pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

Prinsip

  • Arsip yang menjadi prioritas untuk dilindungi dan diselamatkan dari bencana adalah arsip milik negara;
  • Tanggung jawab pelaksanaan pelindungan dan penyelamatan arsip milik negara dari bencana pada tindakan pencegahan berada pada pencipta arsip;
  • Pimpinan pencipta arsip wajib menyiapkan mitigasi bencana dan mempunyai program manajemen penanggulangan bencana sebagai bentuk pencegahan bencana yang berdampak langsung terhadap arsip milik negara;
  • Tindakan pelindungan dan penyelamatan arsip milik negara pada saat tanggap darurat dan pascabencana yang dinyatakan sebagai akibat bencana nasional dilakukan oleh ANRI bersama pencipta arsip;
  • Tindakan pelindungan dan penyelamatan arsip milik negara pada saat tanggap darurat dan pascabencana, namun tidak dinyatakan sebagai akibat bencana nasional dilakukan oleh lembaga kearsipan daerah bersama pencipta arsip pada satuan kerja perangkat daerah, atau lembaga kearsipan perguruan tinggi bersama pencipta arsip pada satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi;
  • Setelah ada penetapan status bencana maka pemerintah daerah kabupaten/ kota adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana;
  • Koordinasi kegiatan pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana dapat dilakukan sesuai status bencana, yaitu:
    • ANRI bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tingkat pusat, serta lembaga kearsipan daerah sesuai dengan daerah yang terkena bencana, untuk bencana yang dinyatakan sebagai bencana nasional;
    • Lembaga kearsipan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dan/atau arsip perguruan tinggi bersama BNPB tingkat daerah, untuk bencana yang tidak dinyatakan sebagai bencana nasional;
    • Pencipta arsip bersama-sama lembaga kearsipan terdekat sesuai dengan wilayahnya, untuk bencana institusional;
    • Pendanaan kegiatan pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana sepenuhnya menjadi tanggung jawab pencipta arsip dan lembaga kearsipan;
    • ANRI bertanggung jawab untuk memberikan prioritas dan perlakuan khusus terhadap arsip yang masuk kriteria untuk dilindungi dan diselamatkan dari bencana melalui penyediaan depot arsip di beberapa wilayah yang rawan bencana;
    • Legalitas arsip pascabencana menjadi tanggung jawab pencipta arsip dan diketahui oleh lembaga kearsipan sesuai status bencananya;
    • Berita Acara kondisi arsip pascabencana harus memuat informasi yang akurat dan lengkap sesuai dengan kondisi yang sebenar-benarnya;
    • Pencipta arsip secara rutin wajib melaporkan arsip yang masuk program pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana kepada ANRI;
    •  Bilamana terjadi arsip yang rusak dan musnah akibat tindakan manusia dan setelah dilakukan investigasi lapangan mengandung unsur tindak pidana, maka akan diproses dan ditindaklanjuti oleh pihak berwajib.

Penanganan Arsip Pasca Bencana Terjadi Pada

Manajemen penanggulangan bencana merupakan tindakan terencana dengan dukungan top management yang perlu disiapkan oleh pencipta arsip dalam mengurangi risiko bencana dan mengantisipasi terjadinya bencana

Serta menghadapi peristiwa saat tanggap darurat bencana, maupun tindakan pemulihan pascabencana, yang berdampak kepada kerusakan dan kehilangan fisik maupun informasi arsip, termasuk tempat atau lokasi penyimpanan arsip, yang meliputi:

a. Pencegahan atau Mitigasi

Pencipta arsip menerapkan manajemen risiko dengan melakukan:

  • Analisis risiko, yaitu menganalisis untung ruginya bagi pencipta arsip menyangkut pembiayaan terhadap pengelolaan arsip apabila arsipnya tidak dimiliki atau musnah karena bencana;
  • Asesmen risiko, yaitu melakukan evaluasi terhadap segala ancaman bahaya yang ditimbulkan akibat bencana untuk menentukan tindakan yang diperlukan untuk untuk mengurangi risiko.

b. Persiapan

Pencipta arsip wajib menyiapkan atau membentuk Tim Penanggulangan Bencana Arsip sebelum terjadinya bencana. Keanggotaan tim terdiri dari unsur: pimpinan pencipta arsip, pimpinan unit kearsipan, satuan pengamanan internal, fungsional arsiparis, dan fungsional umum di masing-masing unit pengolah.

Tim mempunyai kewenangan untuk:

  • Menyusun strategi, rancangan pengembangan, dan program kerja tindakan pelindungan dan penyelamatan arsip, termasuk rancangan biaya dan rancangan kemungkinan (contingency) untuk menentukan lokasi alternatif penyelamatan arsip;
  • Melakukan koordinasi dengan lembaga kearsipan dan BNPB, maupun lembaga lain yang terkait;
  • Melakukan identifikasi bencana;
  • Melakukan identifikasi arsip yang terkena bencana;
  • Melakukan evakuasi arsip dari bencana;
  • Melakukan pemulihan arsip dari bencana;
  • Melaporkan kegiatan tanggap darurat bencana kepada pimpinan pencipta arsip secara periodik
  • Merekomendasikan arsip yang terkena bencana untuk dilegalisasi pimpinan pencipta arsip;
  • Menjamin bahwa semua tindakan pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana sudah dilakukan dengan tepat.

c. Tindakan

Tim Penanggulangan Bencana Arsip melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, dengan memprioritaskan tindakan untuk meminimalkan kerusakan dan memperbaiki arsip pada saat tanggap darurat bencana.

d. Pemulihan

Pemulihan merupakan pelaksanaan kegiatan dalam jangka pendek untuk memperbaiki arsip yang terkena bencana. Pemulihan arsip meliputi 4 (empat) tahapan, yaitu:

  • Stabilisasi
  • Penilaian kerusakan
  • Perbaikan
  • Normalisasi

Demikianlah pembahasan mengenai penanganan arsip pasca bencana. Semoga bisa bermanfaat untuk kita semua, sekian terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *