Hukum Perjanjian Khusus Beserta Isinya

Hukum Perjanjian Khusus

Hukum Perjanjian Khusus – Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst. Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Pasal 1313 KUHPerdata mengatur bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya.

Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.

Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain.

Subekti mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Menurut Black’s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian”.

Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Maksudnya, kedua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan dilaksanakan.

Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat hukumnya atau sanksi bagi si pelanggar.

Beberapa defenisi perjanjian yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa ada yang mendefenisikan sebagai suatu perbuatan, suatu peristiwa dan ada yang mendefenisikanya sebagai suatu hubungan hukum.

Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain:

  • Kesepakatan

Sebuah merupakan dasar lahirnya suatu perjanjian. Suatu perjanjian dianggap lahir atau terjadi, pada saat dicapainya kata sepakat antara para pihak yang mengadakan perjanjian.

Kata sepakat atau consensus mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendaknya masing-masing untuk menutup sebuah perjanjian dan kehendak yang satu sesuai secara timbal balik dengan pihak yang lain.

  • Kecakapan

Menurut Pasal 1329KUH Perdata setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Namun, KUH Perdata tidak menyebutkan mengenai orang yang cakap membuat perjanjian.

  • Suatu hal tertentu

Syarat ketiga untuk sahnya perjanjian yaitu bahwa perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu yang merupakan pokok perjanjian, yaitu mengenai objek perjanjian.

Pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa suatu pokok perjanjian berupa barang menimal harus tentukan jenisnya.

  • Sebab yang halal

Syarat sahnya suatu perjanjian yang keempat adalah sebab yang halal. Syarat adanya sebab yang halal maksudnya bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan orang membuat perjanjian, melaikan isi atau tujuan perjanjian tersebut.

Hal ini dikeranakan undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, yang diperhatikan adalah isi perjanjian itu.

Unsur-unsur yang terdapat dalam perjanjian adalah sebagai berikut.

  • Unsur Essensialia merupakan hal-hal yang mutlak harus ada dalam suatu perjanjian. Unsur ini mengakibatkan terciptanya perjanjian itu, tanpa unsur tersebut maka perjanjian itu tidak mungkin ada.
  • Unsur Naturalia merupakan hal-hal yang bersifat bawaan dari perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian (hal-hal yang lazim dimasukkan dalam perjanjian). Disini unsur tersebut oleh undang – undang diatur dengan hukum yang mengatur/menambah.
  • Unsur Aksidentalia merupakan bagian yang oleh para pihak itu ditambahkan, dalam Undang-undang tidak mengaturnya (hal-hal yang dapat dimasukkan dalam perjanjian).

Hukum Perjanjian Khusus Adalah

Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Pada dasarnya perjanjian dibagi menjadi dua macam yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat) (Muhammad, 1992:93).

Perjanjian Bernama dalam bahasa Belanda (benoemd overeenkomst) atau perjanjian khusus adalah perjanjian yang memiliki nama sendiri. Perjanjian tersebut diberi nama oleh pembuat undang-undang dan merupakan perjanjian yang sering di temui di masyarakat.

Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian.

Hukum Perjanjian Khusus Bertujuan Untuk

Menurut Sudikno Mertokusumo perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Wirdjono Prodjodikoromengartikan perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antar kedua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

Hukum perjanjian khusus bertujuan untuk saling mengikatkan diri, menimbulkan suatu hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang perlu untuk diwujudkan.

Melihat macam-macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan itu, perjanjian-perjanjian dibagi dalam tiga macam, yaitu:

  • Perjanjian untuk memberikan menyerahkan suatu barang.
  • Perjanjian untuk berbuat sesuatu.
  • Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, akibat dari suatu perjanjian adalah.

  • Perjanjian mengikat para pihak

Maksudnya, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.56

  • Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena merupakan kesepakatan di antara kedua belah pihak dan alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Maksudnya, perjanjian yang sudah dibuat, tidak bisa dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan dari pihak lain.

Hal ini sangat wajar, agar kepentingan pihak lain terlindungi sebab perjanjian itu dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak, maka pembatalannya pun harus atas kesepakatan kedua belah pihak.

  • Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik

Menurut Subekti, itikad baik berarti kejujuran atau bersih. Dengan kata lain, setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan penuh kejujuran.

Beberapa asas hukum perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.

  • Asas konsesualisme (persesuaian kehendak)

Konsesualisme berasal dari kata consensus yang artinya sepakat. Asas konsesualisme mengandung arti bahwa suatu perjanjian itu sudah lahir atau sudah ada pada saat tercapainya kesepakatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian.

Dengan kata lain, perjanjian itu sudah mengikat sejak saat tercapainya kata sepakat mengenai pokok perjanjian antara para pihak dan tidak diperluka formalitas tertentu.

  • Asas kebebasan berkontrak (contract vrijheid)

Asas kebebasan berkontra berkenaan dengan isi perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dari perkataan “semua perjanjian” dalam rumusan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang member pengertian bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian.

  • Asas kekuatan mengikat perjanjian (pacta sunt servanda)

Asas kekuatan mengikatnya perjanjian berkenaan dengan akibat perjanjian. Asas kekuatan mengikatnya perjanjian disebut juga asas sun servanda.

Asas ini dapat simpulkan dari rumusan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dari perkataan “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

  • Asas itikad baik (togoeder trow)

Asas itikad baik berkenaan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Asas itikad baik dapat ditemukan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksankan dengan itikad baik.

Perjanjian harus dilaksankan itikad baik maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus mempaerhatikan dan mematuhi norna kepathuhan, kebiasaan, dan undang-undang guna memenuhi tuntutan keadilah seperti yang diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata.

Pasal 1339 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.

  • Asas kepribadian

Disamping keempat asas tersebut diatas yang merupakan asas pokok dalam perjanjian terdapat satu asas lagi, yaitu asas kepribadian.

Demikianlah pembahasan mengenai hukum perjanjian khusus. Semoga bermanfaat untuk kita semua, sekian terima kasih.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *