Ushul Fiqh (Pahami Hukum Islam)

Ushul Fiqh

Ushul Fiqh Hukum Islam – Hello sobat, kali ini kita kembali lagi dengan berita terbaru terkait dengan hal-hal menarik setiap harinya. Kali ini akan ada informasi mengenai Ushul Fiqh.

Ushul Fiqh Secara Bahasa

Ushul Fiqh termasuk cabang ilmu dalam Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting. Dalam hukum Islam, ushul fiqih merupakan konsep logis yang menjadi rumusan hukum.

Ushul Fiqh memiliki perjalanan panjang hingga mengalami kodifikasi dan tersusun dengan sistematis. Sebelum dijelaskan rangkaian sejarahnya, ada baiknya penulis jelaskan definisi ushul fiqih terlebih dahulu.

Imam Abdul Mu’ali al-Juwaini (w. 1085 M), guru besar Madrasah Nizamiyyah, atau biasa disebut Imam Al-Haramain, dalam Al-Waraqat (yang disyarahi Imam al-Mahalli) mendefinisikan ushul fiqih sebagai berikut, “Ushul fiqih merupakan dalil-dalil fiqih yang bersifat global.

Seperti keglobalan perintah (al-amr) menunjukkan hukum wajib dan larangan (an-nahyu) menunjukkan hukum haram.

Ushul Fiqh membahas hujah-hujah seperti: perbuatan Nabi Muhammad saw, konsensus ulama (‘ijma), analogi (qiyas), istihsan dan lain sebagainya.” (lihat Syarah Mahalli atas al-Waraqat, hal. 38)

Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa wilayah kajian ushul fiqih adalah dalil-dalil yang bersifat global (bukan dalil-dalil tematik sebagaimana wilayah kajian ilmu fiqih) dan penggunaan dasar-dasar hukum syariat, baik yang disepakati imam empat (muttafaq alaih) atau sebaliknya, tidak disepakati semua imam (mukhtalaf fih).

Di samping keberkahan suhbah (hidup semasa dengan Nabi saw), mereka juga mengetahui langsung faktor historis turunnya ayat Al-Qur’an (asbabun nuzul) dan hadits (asbabul wurud) yang berkaitan dengan hukum tertentu.

Dengan begitu, para sahabat belum membutuhkan kaidah-kaidah sebagaimana yang terdapat dalam ushul fiqih. Pasca-generasi sahabat, wilayah kekuasaan Islam semakin luas.

Pemeluk Islam semakin banyak dari berbagai bangsa dengan tipikal sosial dan geografis yang plural (beragam), terjadilah asimilasi bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain. Akibatnya, orisinilitas bahasa Arab mulai terancam. Sehingga banyak kerancuan dalam memahami nash. Hal ini mendorong untuk dibakukannya batasan dan kaidah bahasa demi menjaga orisinalitas yang telah hilang.

Dengan demikian, pemahaman atas nash tetap terkontrol sebagaimana saat dipahami oleh penerima nash tempo dulu.

Dua Arus Besar Madrsah Ushul Fiqih Masa pembentukan hukum Islam yang telah berlangsung lama, sampai muncullah dua aliran ushul fiqih dengan metode yang berbeda. Yaitu madrasah Ahlu al-Hadits (tekstualis) dan madrasah Ahlu al-Ra’yu (rasionalis).

Perbedannya, Ahlu al-Hadits membatasi kajiannya pada Al-Qur’an dan hadits Nabi. Mereka sangat berhati-hati dan tidak mau melangkah lebih jauh. Mereka tidak mendukung kajian nalar. Pendek kata, Ahlu al-Hadits beraliran tekstualis.

Berbeda dengan Ahlu al-Hadits, Ahlu al-Ra’yu lebih menggunakan rasio dalam menetapkan hukum Islam. Prinsip mereka adalah satu, kemaslahatan umat. Dibanding Ahlu al-Hadits, Ahlu al-Ra’yu lebih rasionalis.

Pada fase ini tidak hanya muncul dua aliran tersebut yang membuat kompleksitas kajian hukum Islam. Muncul pula kelompok yang melenceng dari dari batas wajar. Mereka lebih menggunakan nafsu untuk menjadikan dalil.

Kondisi memprihatinkan ini semakin mendesak untuk segara disusun batasan dan bahasan dalil-dalil syara’ serta cara menggunakannya. Dari sini lah mulai terbentuk ilmu ushul fiqih. Kodifikasi Ushul Fiqih Selang 200 tahun berlalu.

Ushul fiqih mulai tersebar luas di sela-sala hukum fikih. Hal ini karena setiap imam mujtahid dari empat imam (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) selalu memaparkan dalil pada setiap hukum yang dikeluarkan, berikut metode pengambilannya.

Semua metode dan hujah-hujah ini tercakup dalam kaidah-kaidah ushul fiqih.

Ushul Fiqh Abdul Wahab Khalaf Pdf

Dua Arus Besar Madrsah Ushul Fiqih Masa pembentukan hukum Islam yang telah berlangsung lama, sampai muncullah dua aliran ushul fiqih dengan metode yang berbeda. Yaitu madrasah Ahlu al-Hadits (tekstualis) dan madrasah Ahlu al-Ra’yu (rasionalis).

Perbedannya, Ahlu al-Hadits membatasi kajiannya pada Al-Qur’an dan hadits Nabi. Mereka sangat berhati-hati dan tidak mau melangkah lebih jauh. Mereka tidak mendukung kajian nalar. Pendek kata, Ahlu al-Hadits beraliran tekstualis.

Berbeda dengan Ahlu al-Hadits, Ahlu al-Ra’yu lebih menggunakan rasio dalam menetapkan hukum Islam. Prinsip mereka adalah satu, kemaslahatan umat. Dibanding Ahlu al-Hadits, Ahlu al-Ra’yu lebih rasionalis.

Pada fase ini tidak hanya muncul dua aliran tersebut yang membuat kompleksitas kajian hukum Islam. Muncul pula kelompok yang melenceng dari dari batas wajar. Mereka lebih menggunakan nafsu untuk menjadikan dalil.

Kondisi memprihatinkan ini semakin mendesak untuk segara disusun batasan dan bahasan dalil-dalil syara’ serta cara menggunakannya. Dari sini lah mulai terbentuk ilmu ushul fiqih. Kodifikasi Ushul Fiqih Selang 200 tahun berlalu.

Ushul fiqih mulai tersebar luas di sela-sala hukum fikih. Hal ini karena setiap imam mujtahid dari empat imam (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) selalu memaparkan dalil pada setiap hukum yang dikeluarkan, berikut metode pengambilannya.

Semua metode dan hujah-hujah ini tercakup dalam kaidah-kaidah ushul fiqih.

Bagi kamu yang ingin download pdf untuk Ushul Fiqh, maka kamu bisa ikuti link berikut:

Klik Disini

Download

Demikianlah informasi menarik kali ini mengenai Ushul Fiqh. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *