Ekonomi Wilayah dan Kota di Indonesia

Ekonomi Wilayah dan Kota

lmu Ekonomi Wilayah dan Kota adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang cukup berkembang dewasa ini di banyak negara, termasuk Indonesia. 

Pada konteks Indonesia, perkembangan ilmu ini sendiri semakin didukung oleh adanya kebijakan desentralisasi yang diterapkan oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. 

Pada dasarnya, munculnya cabang ilmu ini disebabkan oleh adanya beberapa kritik terhadap ilmu ekonomi tradisional yang menafikan dimensi lokasi (location) dan ruang (space) dalam proses analisisnya.

lmu ekonomi wilayah dan kota, merupakan disiplin ilmu baru yang berkembang cukup pesat pada beberapa dekade belakangan ini. 

Pada konteks Indonesia, pesatnya perkembangan ilmu ini dipengaruhi oleh adanya kebijakan otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia sejak diundangkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999.

Tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya direvisi dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Hingga kini, Undang-undang No. 32 Tahun 2004 inipun sedang dalam proses revisi. 

Berlakunya kebijakan desentralisasi ini membawa konsekuensi adanya pelimpahan kewenangan penanganan fungsi publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. 

Hal ini dilatarbelakangi oleh sebuah pandangan bahwa pemerintah daerah (local government) dinilai lebih memahami tentang kebutuhan (needs) dan preferensi (preference) masyarakat di daerahnya. 

Dilihat dari sudut pandang sejarahnya ini berarti peran dan kedudukan pemerintah daerah pasca pemberlakuan kebijakan desentralisasi menjadi cukup strategis sebagai pemeran utama untuk melakukan pembangunan di wilayah juridiksinya.

Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Wilayah dan Kota di Indonesia

Pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia telah mengalami berbagai upaya perbaikan yang ditunjukkan dengan berbagai perubahan dasar hukum yang melandasi pelaksanaan pemerintah daerah. 

Mulai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan terakhir melalui ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 

Dengan perubahan-perubahan tersebut, dibuktikan bahwa pembenahan sistem pemerintahan daerah terus berjalan dinamis seiring dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat.

Pengaruh konsep desentralisasi itu sudah terlihat dengan makin meluasnya tuntutan publik untuk mengadopsi gagasan demokratisasi di bidang pemerintahan mulai dari level nasional hingga level terendah. 

Di luar struktur dan institusi pemerintahan telah muncul hasrat yang makin kuat untuk membudayakan demokratisasi dengan memperkuat keberdayaan masyarakat sipil (civil society). 

Keinginan ini terefleksikan pada tuntutan untuk mengubah secara substansial dan fundamental pola hubungan politik agar semakin bercorak egaliter.

Dalam kaitannya dengan persoalan yang melingkupi kebijakan otonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah adalah permasalahan mendasar yang masih belum teratasi. 

Sampai saat ini melalui otonomi daerah masih terkendala masalah keterbatasan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. 

Masih terjadi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kucuran dana dari pemerintah pusat yang berbentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Perimbangan. 

Ketidaksiapan aparatur pemerintah daerah dalam menghadapi Otonomi Daerah menjadikan banyak daerah masih kesulitan untuk mencari sumber pembiayaan yang otonom.

Banyak Proyek Tidak Tepat Sasaran
Kondisi tersebut diperparah dengan fakta bahwa alokasi dana pembangunan daerah dinilai belum tepat sasaran. 

Di daerah-daerah saat ini, banyak proyek-proyek pembangunan tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kebutuhan pengembangan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal ini berakibat pada inefisiensi pembiayaan pembangunan. 

Dampak kebijakan demikian memberikan kontribusi negatif pada keberhasilan pembangunan atau tidak terdapat hubungan signifikan antara peningkatan biaya pembangunan dengan keberhasilan pembangunan yang ditandai dengan pengurangan angka kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Faktanya, membengkaknya anggaran daerah seringkali tidak diimbangi dengan pemetaan yang akurat terhadap situasi aktual kebutuhan masyarakat. 

Terkesan, kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat hanya bersifat tambal sulam. 

Kasus-kasus demikian di era otonomi daerah saat ini baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota masih terasa karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan mengenai pengelolaan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. 

Serta ketaktersediaan sarana-prasarana pendukung pelaksanaan otonomi daerah serta keterbatasan kemampuan pendanaan pembiayaan pembangunan di daerah sebagaimana disebutkan sebelumnya.

Urgensi Ekonomi Wilayah dan Kota

Dinamika ekonomi yang menjelma dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat turut masuk ke dalam ranah spasial atau yang dikenal sebagai ekonomi wilayah. 

Ekonomi wilayah yang merupakan bentuk penerapan dari analisa aspek keruangan ke dalam analisa ekonomi yang secara lebih detail merupakan penggabungan antara ilmu ekonomi tradisional dengan teori lokasi.

Yang didalam pembahasannya membahas sektor-sektor potensial bagi perekonomian pada suatu wilayah yang nantinya akan dianalisis untuk pengclusteran output dari ekonomi di wilayah yang bersangkutan. 

Ekonomi wilayah merupakan aspek penting dalam perkembangan ekonomi khususnya bagi perekonomian masyarakat dan perkembangan kawasan itu sendiri sebab didalam ekonomi wilayah terdapat kolaborasi pemanfaatan antara sumberdata, masyarakat, dan pemerintahnya. 

Bagi beberapa kalangan, timbul berbagai pertanyaan tentang bagaimana peran dari ekonomi wilayah dalam membantu menentukan pembangunan suatu wilayah, dan dalam tulisan ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai ekonomi wilayah serta bagaimana peransertanya dalam pengembangan suatu wilayah. 

Di Indonesia, istilah atau konsep Kutub Pertumbuhan yang merupakan teori pengarahan pembangunan infrastruktur agar terkonsentrasi pada area tertentu yang menjadi kutub pertumbuhan sebab area tersebut yang berpeluang paling besar untuk berkembang karena dipicu oleh sumber daya manusianya yang berprofesi sebagai wirausaha dan semacamnya. 

Teori seputar kutub pertumbuhan sejatinya telah dikenalkan dan dikembangkan oleh Perroux seorang ahli ekonomi Prancis pada tahun 1955. 

Menurut teori kutub pertumbuhan yang ditemukan oleh Perroux disebutkan bahwa teori kutub pertumbuhan adalah pengelompokan atau aglomerasi geografis dari berbagai kegiatan di dalam suatu sistem yang kompleks.

Nah itulah informasi yang bisa kami bagikan mengenai Ekonomi Wilayah dan Kota di Indonesia, semoga informasi yang kami bagikan ini bermanfaat dan terima kasih telah membaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *