Pragmatik Bahasa Korea

Pragmatik Bahasa Korea

Pragmatik Bahasa Korea – Pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang muncul dari pandangan Charles Morris (1938) berkenaan dengan semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari sistem tanda atau lambang.

Pragmatik berasal dari kata pragma dalam bahasa Yunani yang berarti ‘tindakan’ (action) (Seung, 1982: 38). Kajian pragmatik terkait langsung dengan fungsi utama bahasa, yaitu sebagai alat komunikasi. Geoffrey Leech menyatakan bahwa kajian pemakaian bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi secara umum disebut pragmatik umum (1993: 15).

Apa yang dikemukan oleh Leech sejalan dengan pandangan Stephen C. Levinson (dalam Zamzani, 2007: 16–19) yang menyatakan bahwa pragmatik merupakan kajian tentang pemakaian bahasa. Levinson juga memberikan lima sudut pandang mengenai  pragmatik sebagai berikut.

Pertama, pragmatik dipandang sebagai kajian tentang hubungan bahasa dengan konteks yang digramatikalisasikan atau yang dikodekan dalam struktur bahasa. Pandangan tersebut menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara sintaksis dan pragmatik.

Kedua, pragmatik merupakan kajian aspek makna yang tidak tercakup atau dimasukkan dalam teori semantik. Pragmatik dipandang memiliki hubungan dengan semantik. Baik pragmatik maupun semantik kedua-duanya mengkaji tentang makna atau arti.

Ketiga, pragmatik merupakan kajian tentang hubungan antara bahasa dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian atau pemahaman bahasa. Pandangan tersebut menunjukkan adanya tiga aspek penting dalam kajian pragmatik, yaitu bahasa, konteks, dan pemahaman. Pemahaman terkait dengan masalah makna pula.

Keempat, pragmatik merupakan kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan dengan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai atau cocok dengan kalimat itu.

Kelima, pragmatik sebagai bidang ilmu mandiri. Pragmatik memiliki lima cabang kajian, yaitu deiksis, implikatur, praanggapan, tindak tutur atau tidak bahasa, dan struktur wacana.

Pragmatik Bahasa Korea Adalah

Bahasa secara umum merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh individu maupun kelompok masyarakat tertentu untuk memberikan informasi maupun mengekspresikan ide pikiran serta perasaannya yang berupa suatu sistem, lambang, bunyi, makna bahasa dan juga bersifat arbitrer.

Manusia merupakan mahluk sosial sehingga untuk bersosialisasi dan berinteraksi satu sama lain, baik dengan sesama kelompoknya ataupun di luar kelompoknya menggunakan suatu bahasa.

Kita mengetahui jika di Indonesia terdapat 500-an bahasa daerah yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasionalnya, yaitu bahasa pemersatu berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, sedangkan di Negara Korea itu sendiri, Bahasa Korea merupakan bahasa utama atau Bahasa Nasional di Korea Utara dan juga Korea Selatan.

Berdasarkan sejarah Bahasa Korea itu sendiri serta berdasarkan ilmu Bahasa yang digunakan, maka antara konsep Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea jelas banyak berbeda, baik dari segi bunyi bahasa, lambang bahasa atau aksara, penggunaan kata, susunan kalimat dan makna suatu bahasa.

Bahasa Korea merupakan sebuah bahasa yang tergolong unik. Pembelajaran Bahasa Korea juga tergolong lebih mudah apabila dibandingkan dengan Bahasa Mandarin dan Bahasa Jepang.

Jumlah huruf pada Hangeul lebih sedikit dan cara penulisan yang tidak terlalu sulit. Sedangkan untuk pelafalan, memang terdapat beberapa perubahan bunyi dalam situasi tertentu. Akan tetapi secara keseluruhan, proses pembelajaran Bahasa Korea sangat menarik untuk dipelajari.

Pragmatik Bahasa Korea meliputi

Pembelajaran bahasa asing disertai dengan pembekalan pemahaman budaya diyakini dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi para pembelajar bahasa tersebut. Terutama, saat mempelajari bahasa asing yang memiliki aspek-aspek kesantunan yang cukup kompleks, seperti Bahasa Korea.

Salah satu tindak tutur dalam Bahasa Korea yang perlu dikuasai oleh penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Korea sebagai bahasa asing adalah tindak tutur permintaan.

Aspek sosiokultur dan sosiolinguistik perlu diperhatikan karena ketika menyatakan permintaan, terjadi negosiasi antara pembicara dan lawan bicara.

Pembicara menginginkan pendengar untuk melakukan suatu tindakan dan pendengar harus melakukan usaha untuk memenuhi keinginan pembicara. Oleh karena itu, pembicara harus dapat mengkonstruksi kalimat dengan memperhatikan aspek sosiokultur dan sosiolinguistik.

Kedua aspek ini menentukan apakah suatu permintaan dapat tersampaikan dengan baik dan tepat kepada penutur asli bahasa Korea atau tidak.

Bahasa Korea memiliki struktur kalimat SOP (subjek-objek-predikat) dan akhiran kalimat yang disebut eomi. Eomi merupakan unsur gramatikal yang tidak dapat berdiri sendiri dan selalu melekat pada kata kerja atau kata sifat.

Eomi dapat berfungsi sebagai penanda jenis kalimat, penanda kala dan kesopanan dalam suatu kalimat (Goh, 2011).

Perhatikan contoh penggunaan eomi berikut ini. 

(1) a. 물 좀 주세요. (Tolong berikan sedikit air.) mul jom ju-seyo b. 물 좀 주시겠어요? (Apakah (Anda) bersedia memberikan sedikit air?) mul jom ju-si-gess-eoyo? air sedikit beri-EOMI Pada kalimat (1), eomi ‘-seyo’ dan ‘-si-gess-eoyo’ melekat pada verba ‘ju-’ yang berarti ‘memberi’.

Eomi pada kalimat (1a) digunakan untuk menyatakan permintaan secara langsung dan pada kalimat (1b) digunakan untuk menyatakan permintaan dengan menanyakan kesediaan pembicara.

Pada kalimat (1b), eomi ‘-si-’ merupakan bentuk honorifik untuk meninggikan mitra tutur atau subjek di dalam kalimat, yaitu ‘Anda’, sedangkan eomi ‘-gess-’ digunakan sebagai penanda kala futur.

Konsep eomi ini tidak ada dalam bahasa Indonesia sehingga penggunaan eomi secara tepat menjadi tantangan bagi penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Korea. Saat berkomunikasi dengan penutur asli, menyatakan permintaan merupakan suatu hal yang harus dilakukan dengan hati-hati oleh penutur asing.

Brown dan Levinson (1987) menyatakan bahwa tindak tutur permintaan merupakan salah satu jenis ‘Face Threatening Act (FTA)’ dimana pembicara menginginkan pendengar untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.

Saat menyatakan permintaan, pembicara dapat membuat pendengar merasa dibebani karena mengancam muka negatif dari pendengar. Goldschmidt (1996) mengatakan bahwa kerapkali terjadi kesalahan yang dilakukan oleh penutur bahasa asing dalam menyampaikan permintaan.

Kesalahan ini membuat permintaan tersebut terdengar tidak tepat atau tidak sopan. Oleh karena itu, penutur bahasa asing perlu menguasai strategi dalam berkomunikasi dengan penutur asli, salah satunya adalah tindak tutur permintaan.

Demikianlah pembahasan mengenai pragmatik Bahasa Korea. Semoga bisa membantu kita semua di dalam memahami konsep pragmatik dalam Bahasa Korea tersebut, sekian terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *